Alquran Muncul di Kulit Bayi, Jadi Perhatian Serius Ulama Rusia


"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu benar. Dan apakah Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (QS. 41:53)



Dari Blognya Kang Haris Budiman, didapatkan berita berikut.

Rusia - Kisah ayat Alquran muncul di tubuh bayi masih menjadi perhatian serius di Rusia. Salah seorang ulama Rusia menganggap pemunculan ayat suci itu sebagai peringatan dari Tuhan.

"Kami menganggapnya sebagai peringatan untuk muslim Rusia dan Dagestan. Mereka harus menjalani perintah Allah, menyesali kesalahan-kesalahannya, dan melepaskan diri dari konflik dan perpecahan yang kini melanda Dagestan dan Caucasus," kata seorang ulama, Akhmedpasha Amiralaev seperti dilansir The Sun.

Hingga kini logika maupun peralatan kedokteran memang belum mampu memecahkan misteri bocah Rusia tersebut.

Bocah ajaib yang mendapatkan 'berkah' itu adalah Ali Yakubov, bocah berumur 9 bulan. Ayat suci muncul di kulit Ali tidak lama setelah kelahirannya. Salah satu ayat yang muncul menyatakan 'Allah adalah pencipta seluruh alam'. Uniknya lagi, petikan ayat suci ini hanya timbul setiap Senin dan Kamis malam.

Dilansir Interfax, Rabu (21/10/2009), mulanya orang tua Ali tidak memberitahukan kepada siapapun akan keajaiban si bayi. Tulisan Alquran pertama kali muncul di dagu Ali. Setelah dagu, ayat-ayat Alquran pun mulai terlihat pada punggung, lengan, kaki dan perut Ali.

Setelah berkali-kali terjadi, orang tua Ali akhirnya memutuskan memberitahukan keajaiban itu kepada dokter. Terlebih bila ayat-ayat itu muncul, Ali seperti kesakitan. "Ali selalu merasa tidak sehat ketika tanda itu muncul. Ia menangis dan suhu badannya meningkat," ujar ibu Ali, Medina.

Saat ayat-ayat Alquran itu muncul di tubuh bayinya, Medina mengaku tidak mungkin menggendong Ali. "Badannya secara aktif bergerak, sehingga kami menaruhnya di tempat buaian. Sangat sulit melihatnya menderita," ceritanya.

Selengkapnya...

Misteri Al-Jasassah di Hadits Dajjal

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ustadz yang terhormat dan dirahmati Allah SWT,

dalam salah satu hadits shahih Muslim tentang Dajjal, disebutkan juga didalamnya mengenai Al-Jasassah. Apakah yang dimaksud dengan Al-Jasassah itu? dan dalam konteks keseharian dalam hidup kita, apa saja yang tergolong masuk dalam perilaku dan tindakan Al-Jasassah tersebut?

Mohon kiranya dijawab ya Ustadz. Terima kasih sebelum dan sesudahnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Nissa


Jawaban

Wa'alaikumussalam wr. wb.

Saudara Nissa yang dimuliakan Allah swt

Siapakah al Jassasah?

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Fathimah binti Qais berkata,”Aku mendengar suara seruan dari muadzin Rasulullah saw untuk melaksanakan shalat maka aku pun berangkat ke masjid dan shalat bersama Rasulullah saw. Aku shalat di shaff para wanita dibelakang kaum laki-laki. Ketika shalat sudah selesai, Rasulullah saw duduk diatas mimbar sambil tersenyum beliau bersabda,”Demi Allah sesungguhnya aku mengumpulkan kalian bukanlah untuk suatu kabar gembira atau kabar buruk akan tetapi aku mengumpulkan kalian karena Tamim ad Dari yang dahulunya seorang laki-laki pemeluk agama Nasranai kini telah memeluk islam dan membaiatku.

Ia telah berkata kepadaku dengan suatu perkataan yang pernah aku katakan kepada kalian tentang al Masihaddajjal. Ia mengisahkan perjalanannya kepadaku bahwa ia berlayar dengan sebuah kapal laut bersama 30 orang laki-laki dari kabilah Lakham dan Judzam. Kemudian mereka terombang-ambing oleh ombak (badai) selama satu bulan. Hingga mereka terdampar di sebuah pulau ditengah laut didaerah tempat terbenamnya matahari, Lalu mereka duduk (istirahat) di suatu tempat yang terletak sangat dekat dengan kapal.

Setelah itu mereka masuk kedalam pulau tersebut lalu mereka bertemu dengan seekor binatang yang berbulu lebat sehingga mereka tidak dapat memperkirakan mana ekornya dan mana kepalanya karena tertutup oleh bulunya yang terlalu banyak.

Mereka berkata,”Celaka, dari jenis apakah kamu ini.” Ia menjawab,”Saya adalah al jassasah. Mereka bertanya,”Apakah al jassasah itu? (tanpa menjawab) ia berkata,”Wahai orang-orang pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan berita-berita dari kalian!”

Tamim ad Dari berkata,”Katika ia telah menjelaskan kepada kami tentang laki-laki itu, kami pun terkejut karena kami mengira bahwa ia adalah setan. Lalu kami segera berangkat sehingga kami memasuki biara tersebut, di sana terdapat seorang manusia yang paling besar (yang pernah kami lihat) dalam keadaan terikat sangat kuat. Kedua tangannya terikat ke pundaknya serta antara dua lutut dan kedua mata kakinya terbelenggu dengan besi.

Kami berkata,”Celaka, siapakah kamu ini?’ ia menjawab,”Takdir telah menentukan bahwa kalian akan menyampaikan kabar-kabar kepadaku, maka kabarkanlah kepadaku siapakah kalian ini?’ Mereka menjawab,”Kami adalah orang-orang Arab yang berlayar dengan sebuah kapal, tiba-tiba kami menghadapi sebuah laut yang berguncang lalu kami terombang-ambing di tengah laut selama satu bulan dan teradamparlah kami di pulau ini. Lalu kami duduk di tempat yang terdekat dengan kapal kemudian kami masuk pulau ini maka kami bertemu dengan seekor binatang yang sangat banyak bulunya yang tidak dapat diperkirakan mana ekor dan mana kepalanya karena banyak bulunya. Maka kami berkata,’Celaka, apakah kamu ini?’ ia menjawab,”Aku adalah al jassasah.’ (Tanpa menjawab) ia berkata,”Pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan berita-berita yang kalian bawa! Lalu kami segera menuju tempat kamu ini dan kami terkejut bercampur takut karena mengira bahwa kamu ini adalah setan.”

Ia (laki-laki besar yang terikat itu) berkata,”Beritakanlah kepada saya tentang pohon-pohon korma yang ada didaerah Baisan?” Kami berkata,”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?” Ia berkata,”Saya menanyakan pakah pohon-pohon korma itu berbuah?’ Kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’Adapun pohon-pohon korma itu maka ia (sebentar lagi) hampir saja tidak akan berbuah lagi.’

Kemudian ia berkata lagi,”Beritakanlah kepadaku tentang danau Tiberia.’ Mereka berkata,”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya? Ia bertanya,”Apakah ia tetap berair?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’adapun airnya, maka ia (sebentar lagi) hampir saja akan habis.’

Kemudian ia berkata lagi,’Beritakanlah kepada saya tentang mata air Zugar.’ Mereka menjawab,’Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?’ Ia bertanya,”Apakah di sana masih ada air dan penduduk di sana masih bertani dengan menggunakan air dari mata air Zugar itu?’ Kami menjawab,’benar, ia berair banyak dan penduduknya bertani dari mata air itu.’

Lalu ia berkata lagi,’Beritakanlah kepadaku tentang nabi yang ummi, apa sajakah yang sudah ia perbuat?’ Mereka menjawab,’Dia telah keluar dari Mekah menuju Madinah.’ Lalu ia bertanya,’Apakah ia diperangi oleh orang-orang Arab?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia bertanya,’Apakah yang ia lakukan terhadap mereka?’ Maka kami memberitahukan kepadanya bahwa ia (Nabi) itu telah menundukkan orang-orang Arab yang bersama dengannya dan mereka menaatinya.’ Lalu ia berkata,’Apakah itu semua telah terjadi?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’Sesungguhnya adalah lebih baik bagi mereka untuk menaatinya dan sungguh aku akan mengatakan kepada kalian tentang diriku. Aku adalah al masihuddajal dan sesungguhnya aku hampir saja diizinkan untuk keluar. Maka aku akan keluar dan berjalan di muka bumi dan tidak ada satu pun kampung (negeri) kecuali aku memasukinya dalam waktu 40 malam selain Mekah dan Thaibah, kedua negeri itu terlarang bagiku. Setiap kali aku ingin memasuki salah satu dari negeri itu maka aku dihadang oleh malaikat yang ditangannya ada pedang berkilau dan sangat tajam untuk menghambatku dari kedua negeri tersebut. Dan disetiap celahnya terdapat malaikat yang menjaganya.

Ia (Fathimah, si perawi hadits) berkata,”Rasulullah saw bersabda sambil menghentakkan tongkatnya diatas mimbar,”Inilah Thaibah, inilah Thaibah, inilah Thaibah (maksudnya kota Madinah). Bukankah aku sudah menyampaikan kepada kalian tentang hal itu?’ Orang-orang (para sahabat) menjawab,”Benar.’ Beliau saw berkata,’Saya tertarik dengan apa-apa yang dikatakan oleh Tamim ad Dari, karena ia bersesuaian dengan apa-apa yang pernah aku sampaikan kepada kalian tentang Madinah dan Mekkah. Bukankah ia (tempat dajal) terletak di laut Syam atau laut Yaman? Dimana Rasulullah saw mengisayaratkan tangannya kearah timur. Ia (Fathimah) berkata,”Hal ini saya hafalkan dari Rasulullah saw.” (HR. Muslim)

Didalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah mengakhirkan shalat isya pada suatu malam kemudian beliau saw keluar dan bersaba,”Aku terhalangi oleh kisah yang diceriakan oleh Tamim ad Dari tentang seorang laki-laki di sebuah pulau di tengah laut. Dan ketika ada seorang wanita yang terurai rambutnya lalu ada yang bertanya,”Siapakah kamu?’ wanita itu menjawab,”Aku adalah al jassasah. Dan pergilah ke biara itu.’ Maka aku (Tamim ad Dari) pun pergi menemui seorang laki-laki yang terurai rambutnya dan terbelenggu oleh besi melompat-lompat antara langit dan bumi.’ Aku pun bertanya,’Siapakah kamu?’ dia menjawab,’Aku adalah dajjal. Apakah tekah diutus seorang nabi yang ummi?’ Aku menjawab,’benar.’ Dia berkata,’Apakah mereka menaatinya atau makasiat terhadapnya?’ aku menjawab,’bahkan mereka menaatinya.’ Dia berkata,’hal itu lebih baik bagi mereka.”

Didalam menjelaskan tentang al jasssasah ini, al ‘Alamah Abu Thayib Abadi mengatakan bahwa mereka (rombongan Tamim) bertemu dengan seekor binatang melata yang berambut sangat lebat lalu binatang itu ditanya,”Siapakah kamu?’ dia menjawab,”Aku adalah al jassasah.” Ada yang mengatakan bahwa untuk menggabungkan antara dia riwayat tersebut yaitu bahwa dajjal memiliki dua al jassasah. Yang pertama adalah seekor binatang sedangkan yang kedua adalah seorang wanita.

Ada kemungkinan juga bahwa al jassasah adalah setan yang kadang menyerupai seekor binatang melata dan kadang menyerupai seorang wanita. Dan setan memiliki kemampuan untuk merubah bentuk dalam bentuk apa saja yang dia inginkan.

Atau ada kemungkinan bahwa ia adalah seorang wanita, karena wanita juga dinamakan dengan binatang melata sebagai bentuk kiasan sebagaimana firman Allah swt :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا


Artinya,”Dan tidak ada suatu binatang melata (makhluk Allah yang bernyawa) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Huud : 6) – (Aunul Ma’bud juz XI hal 334 – 335)

Dari hadits tersebut diatas dapat diketahui bahwa dajjal saat ini ada bahkan sejak zaman Nabi saw dan masih dipenjarakan di suatu pulau ditengah laut begitu pula dengan al jassasah yang bertugas mencar-cari berita untuk dajjal.

Prilaku Tajassus Dalam Keseharian

Tentang al jassasah ini, Imam Nawawi mengatakan bahwa dinamakan al jassasah dikarenakan binatang itu ditugaskan untuk tajasssus atau memata-matai dan menyelidiki untuk mencari berbagai berita yang akan diberikan kepada dajjal. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII hal 104)

Ibnu Manzhur mengatakan bahwa al jassasah berada disuatu pulau ditengah laut memata-matai sambil mencari berita yang akan diberikan kepada dajjal.. sebagaimana disebutkan didalam hadits Tamim ad Dari, yang mengatakan,”Saya adalah al jassasah” yaitu binatang yang dilihat disuatu pulau ditengah laut. Dan dinamakan dengan nama itu dikarenakan biantang itu mencari berbagai berita untuk diberikan kepada dajjal. (Lisanul Arab juz VI hal 38)

Penuturan Imam Nawawi dan Ibnu Manzhur diatas adalah menurut arti bahasanya yang berarti memata-matai, mengintip atau menyelidiki. Sehingga orang yang senantiasa berusaha mencari-cari berita atau informasi disebut dengan al jaasuus. Al Jaasuus juga dipakai untuk orang yang senantiasa mencari-cari aib atau cacat orang lain, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi bahwa Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kalian saling memata-matai…”

Dan mereka semua tidaklah bisa disebut dengan al jassasah dikarenakan dalil-dalil yang menceritakan tentang al jassasah tidaklah diperuntukkan bagi mereka, sebagaimana penjelasan diatas meskipun secara lahiriyahnya ada kesamaan prilaku antara keduanya yaitu sama-sama mencari berita.

Wallahu A’lam

dikutip dari Eramuslim.com

Selengkapnya...

Tingkat Spiritual Ayah Bentuk Pribadi Anak

Ingatkah anda kisah kerelaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putra pertamanya, Ismail, atas perintah Allah s.w.t? Ketika Ibrahim berkata kepada putranya ia memiliki ilham bahwa Allah ingin ia menyembelih Ismail, sang putra patuh tanpa keengganan sedikit pun. Hal yang paling luar biasa dari kisah itu adalah, bagaimana Ismail begitu percaya sepenuhnya pada kebenaran ilham sang ayah.

Beberapa anak lelaki saat ini yang akan bereaksi serupa Ismail ketika orang tua berkata pada mereka, "Tuhan menginginkan aku mengorbankan dirimu?. Mungkin sebagian akan menjawab, "Apa Bapak sudah gila? Mereka mungkin bisa menerima gagasan berkorban untuk Allah, namun sulit meyakini ada hubungan kuat antara ayah dengan Allah, seperti yang dialami Ismail.

Inilah letak peran penting seorang ayah dalam keluarga. Kepercayaan mendalam hanya dapat dihasilkan dari hubungan sangat dekat.

Pun, Sang ayah, Nabi Ibrahim sama sekali tidak was-was dan bingung terhadap rencana masa depan putranya. Ismail pun tak memiliki tujuan besar lain selain mematuhi sang ayah, dan bersedia melakukan apa pun perintah Allah. Tentu saja mereka berdua nabi dan dari segi keutamaan dan kedudukan jauh dari manusia biasa.

Namun ada hal-hal besar yang dapat dipelajari oleh keluarga Muslim saat ini. Pemaparan dari ahli psikologi keluarga, Marria Husain, dari situs keluarga Zawaj berikut layak untuk dijadikan acuan.

Menghormati Kepercayaan Keluarga

Orang tua harus terus menjaga nilai kelayakan dan kepercayaan dalam keluarga dengan selalu mengarahkan tujuan rumah tangga untuk beribadah kepada Allah. Faktor pemimpin keluarga sangat besar di sini, yakni ayah. Kini berapa keluarga yang benar-benar membesarkan anak sebagai semata-mata ibadah dan ikhlas kepada Allah.

Sebaliknya berapa banyak keluarga Musim yang mengguyur anak-anak mereka dengan kencang dalam hal keuangan dan material, atau mendorong mereka untuk meraih sebanyak mungkin gaji, jabatan, kedudukan, ketenaran dan materi lain.

Banyak orang tua yang cenderung mengambil alih mimpi anak. Tentu orang tua ingin melihat anak mereka berhasil, sekolah di tempat baik, mendapat jodoh yang baik, tapi itu bukan segalanya dan belum tentu yang diinginkan orang tua juga diinginkan anak.

Anak-anak saat ini dikorbankan untuk jadwal yang padat, bahkan saat mereka di usia kanak-kanak. Orang tua pun tak bisa melepaskan diri dari harapan tinggi pada anak-anak sekaligus melupakan bahwa anak-anak pun berhak menuntut dari orang tua, yakni waktu, kebersamaan, dan kasih sayang. Dalam tradisi para nabi, bila pria menghabiskan waktu bersama keluarga akan dinilai sebagai ibadah.

Keluarga Butuh Cinta Ayah

Cukup memprihatinkan saat ini, banyak keluarga Muslim dikorbankan karena selip pemahaman sang ayah. Pemahaman itu membuat lelaki berkeluarga meninggalkan keluarga demi aktif di komunitas luar.

Saat ini, menurut Maria Hussein, para lelaki kadang berpikir berlebihan dengan menganggap keluarga akan menghalangi kecintaan terhadap Allah, sehingga mereka berjarak dengan istri dan anak-anak. Yang terjadi, para lelaki tipe ini memang kerap terlibat dalam pelayanan komunitas, berlama-lama dalam masjd, menolong orang lain, sementara di rumah hanya berbincang sekedarnya, melakukan aktifitas seperlunya karena energi telah terkuras di luar sebelum akhirnya tidur kecapaian.

Namun, itu masih lebih baik. Maria menuliskan ada lagi tipe yang lebih parah, yakni tipe yang berjarak dari keluarga karena mengejar material. Persamaan kedua tipe ayah itu, sama-sama tidak memandang keluarga sebagai alat untuk beribadah dan mendapat keikhlasan Allah. Kedua tipe ayah di atas menurut Maria, dapat memberi dampak buruk bagi anggota keluarga lain.

Sang istri mungkin, yang awalnya sukarela mendampingi suami dalam pernikahan dan membebaskan suami melakukan 'hal lebih penting' untuk Allah, akan mengubah pandangan. Istri bisa jadi merasa diabaikan dan ditolak. Itu pun sangat mungkin terjadi pada anak. Apalagi bila anak mulai merasakan tanda-tanda bila ibu jengkel terhadap ayah.

Dampak kemudian akan lebih buruk. Bila beberapa bulan atau tahun, anak-anak terbiasa tinggal tanpa ayah itu sangat beresiko. Akan muncul perasaan tidak lagi butuh sosok ayah dan akhirnya hilang perasaan kedekatan. Artinya si ayah sebenarnya telah 'kehilangan' anak mereka. Dalam kehidupan saat ini, tidak cukup bagi seorang ayah hanya datang dan membawa uang lalu merasa pekerjaan sudah beres.

Baik anak lelaki dan perempuan membutuhkan waktu bersama ayah. Anak lelaki yang terabaikan oleh ayah secara psikologi cenderung mengembangkan perilaku kasar, melanggar norma dan hukum dan selip secara seksual saat remaja.

Sementara anak perempuan yang tak mendapat cukup penghargaan, perhatian dan cinta kasih ayah akan lebih rentan dari serangan predator seksual. Hal itu karena, menurut Maria, dibawah sadar, mereka mencari kasih sayang atau peran pengganti ayah. Kebutuhan didorong perasaan putus asa untuk cinta kasih dan pengakuan kerap membuat remaja melakukan perilaku terlarang dan merusak.

Sementara anak-anak berbahagia yang mendapat kesempatan bersama sang ayah untuk bersenang-senang, beraktivitas bersama cenderung sedikit memiliki masalah sosial. Mereka bahkan akan mengembangkan pribadi lebih sehat, stabil dan memenuhi kewajiban pernikahan dengan baik pada tahun-tahun kemudian. itz

Republika Online

Selengkapnya...

Spanduk di Pintu Kota Istanbul: Anjing dan Israel Dilarang Masuk

Ketegangan hubungan antara Turki dengan Isrel rupanya akan terus berlanjut hingga tempo yang lama dan berbuntut panjang. Kondisi ini berpengaruh pada grafik hubungan ekonomi, dagang, dan wisata kedua negara yang menurun drastis dalam bulan-bulan terakhir ini.

Kedua negara yang pada mulanya sekutu termesra dan mitra terdekat di kawasan itu mulai mengalami kerenggangan hubungan pasca agresi Israel ke Jalur Gaza di akhir tahun lalu, yang disusul dengan kritikan tajam PM Turki atas agresi tersebut yang dihujamkan langsung di hadapan muka Presiden Israel Simon Perez pada KTT Ekonomi Davos, Swiss, awal tahun lalu.

Kini, kondisi kerenggangan kedua negara itu juga kembali tampak ketika Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu yang batal mengunjungi Israel di waktu dekat ini, atas pasal Davutoglu akan mengkhiri kunjungannya dengan menziarahi Jalur Gaza, wilayah "merah" Israel.

Davutoglu diundang oleh pemerintahan Israel untuk menghadiri konferensi internasional perpolitikan yang diprakarsai oleh Presiden Perez dan digelar di ibu kota Tel Aviv.

Davutoglu Turki menyambut baik undangan tersebut, tetapi ia meminta opsi untuk mengunjungi Jalur Gaza di sela-sela konferensi. Tentu saja, tanggapan Israel pun sudah dapat dipastikan: permintaan Davutoglu tidak dikabulkan.

Harian Israel Haaretz melansir, terkait tidak dikabulkannya permintaan Davutoglu tersebut, pemerintah Israel memiliki sejumlah alasan, salah satunya adalah kekhawatiran jika kunjungan menlu Turki itu akan diliput secara besar-besaran oleh pelbagai media dunia, khususnya Timur Tengah.

Kunjungan Davutoglu tersebut dikhawatirkan akan menjadi semacam bom waktu yang menyulut "kebangkitan" bangsa Arab dari "keterpurukan" mereka selama ini di hadapan tagedi Gaza dan Palestina. Hal ini maklum, karena Turki dipandang sebagai negara Muslim yang paling berpengaruh saat ini.

Respon terkait "penolakan" Israel terhadap permohonan menlu Turki itu pun jelas mendapatkan sorotan tajam dari dalam negeri Turki, baik dari pihak pemerintah atau pun sipil. Maklum, masyarakat Turki memiliki nasionalisme yang tinggi. Sebagian dari mereka juga memiliki superioritas di hadapan bangsa-bangsa Eropa, karena Turki pernah "menjajah" dan menaklukan Eropa, apalagi di hadapan Israel dan Arab.

Salah satu bentuk reaksi dari kalangan sipil, misalnya, terpampang sebuah spanduk besar yang dipajang di salah satu pintu kota Istanbul yang bertuliskan: anjing dan orang-orang Israel dilarang masuk.

>eramuslim.com< Selengkapnya...

Pulang Kampung Yuk...

Lebaran dan pulang kampung buat sebagian keluarga persis seperti ketupat dengan sayurnya. Terasa ada yang kurang jika satu terlewatkan. Cuma masalahnya, tidak semua keluarga mampu mengolah ‘sayur’ pulang kampung. Kalau pun ‘sayur’ ada, tetap saja terasa hambar.

Pulang kampung saat Lebaran punya dua sisi yang berbeda. Bahkan, mungkin bisa berlawanan. Satu sisi begitu menyenangkan: bisa ketemu bapak-ibu, kakek-nenek, pakde-pakle, dan lain-lain; bisa juga kangen-kangenan dengan tempat kelahiran. Berputarlah kenangan lama semasa kecil dan remaja. Pokoknya, sangat menyenangkan.

Sisi lain adalah yang kurang mengenakkan. Terutama buat mereka yang punya halangan. Ada halangan fisik seperti mabuk di kendaraan, juga halangan lain yang bukan cuma tidak mengenakkan tapi juga membingungkan. Apalagi kalau bukan urusan kantong.

Buat mereka yang di Jakarta dan kampungnya masih menyatu di peta kepala pulau Jawa, mungkin tidak begitu berat. Kisaran dana yang keluar masih hitungan ratusan ribu. Tapi buat mereka yang peta kampungnya ada di badan dan kaki Pulau Jawa, hitungannya mungkin bisa nyentuh jutaan. Dan yang parah buat mereka yang kampungnya tidak ada di peta Pulau Jawa, kantong yang terkuras bisa di atas dua juta rupiah. Bahkan mungkin, puluhan juta. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Enak atau susah, pulang kampung tetap jadi pilihan. Ini karena pulang kampung punya makna lain dari sekadar kangen-kangenan. Yaitu, birrul walidain, berbuat baik kepada orang tua. Setidaknya, itulah yang kini diperjuangkan Bu Wiwin.

Ibu dua anak ini memang bukan asli Jakarta. Ia menikah karena pertemuan jodoh di kampus yang berdomisili di Jakarta. Ketika menjelang akhir masa kuliah, Allah menjodohkannya dengan pemuda di Jakarta. Menariknya, sang pemuda yang menjadi suami Bu Wiwin pun ternyata juga bukan orang Jakarta. Ia cuma sedang bekerja di Jakarta. Terjadilah perpaduan antara Bu Wiwin yang asli Jogya, dan suaminya yang keturunan Bengkulu.

Tak ada masalah, memang. Biar jauh dari orang tua, Bu Wiwin dan suaminya akur-akur saja. Problem baru muncul ketika Lebaran datang. Pasalnya, baik Bu Wiwin atau suami, keduanya butuh pulang kampung. Bu Wiwin ditunggu bapak dan ibu di Jogya, sementara suaminya ditunggu orang tuanya di Bengkulu. Repot kan?

Nggak mungkin pisahan sementara. Bu Wiwin ke Jogya tanpa suami, dan suaminya ke Bengkulu tanpa isteri. Lalu, gimana dengan anak-anak? Dan lebih nggak mungkin lagi, mereka berkeliling dua kampung dalam satu Lebaran.

Akhirnya, saat Lebaran tahun lalu sudah ada kesepakatan. Isinya, masing-masing pulang kampung dua Lebaran sekali. Satu lebaran ke kampung suami. Berikutnya ke kampung isteri. Dan tahun lalu, sudah ke Bengkulu. Lebaran tahun ini, harusnya ke Jogya.

Inilah saat-saat yang paling ditunggu Bu Wiwin. Kangennya bisa ketemu bapak ibu. Bu Wiwin yakin, begitu pun dengan kedua orang tuanya. Pasalnya, Bu Wiwin anak bungsu. Satu-satunya anak perempuan lagi. Tiga kakaknya laki-laki. Dan semuanya tinggal di kampung. “Duh, Bapak pasti sudah nunggu-nunggu,” suara batin Bu Wiwin mulai merajuk. Di Lebaran kali ini, cuma ada satu tekad Bu Wiwin: apa pun yang terjadi, harus pulang kampung!

Kekangenan Bu Wiwin kian menjadi ketika bapak dan ibu tidak nelpon-nelpon hingga satu bulan. Selama Ramadhan, praktis Bu Wiwin hidup tanpa sentuhan ‘kasih sayang’. Tanpa bisa manja-manja. Suatu hal yang biasa ia lakukan ketika masih lajang. Padahal biasanya, hampir seminggu sekali bapak atau ibu telpon ke rumah Bu Wiwin. Kalau mau telpon balik sangat tidak mungkin. Soalnya, bapak ibunya tinggal di pedesaan yang belum tersangkut kabel telpon.

Apa bapak ibu sedang sakit? Bu Wiwin kian gelisah. Di telponnya yang terakhir, bapak cuma bilang kangen saja. Bapak juga bilang, ingin lihat rumah anak kesayangannya di Jakarta. Tapi itu tergolong sulit buat mereka berdua. Di samping usianya yang enam puluhan, mereka baru sekali datang ke Jakarta. Itu pun karena ada undangan wisuda di kampus Bu Wiwin. Dan lagi, kalau anaknya masih bisa ke kampung, kenapa mesti orang tua yang ke kota. Kualat, dong!

Duh, gimana kabar bapak dan ibu. Apa mereka sehat-sehat saja di Jogya. Apa rematik bapak kumat lagi. Kenapa saya tidak dikabari. Pikiran Bu Wiwin terus berputar. Campur aduk antara gelisah, kangen, dan bingung.

Bingungnya, justru di giliran pulang ke kampungnya, tabungan Bu Wiwin dan suami lagi ludes. Itu terjadi karena anak pertama Bu Wiwin sempat terserang tipes dan dirawat di rumah sakit selama seminggu. “Duh, cobaan!”

Sesaat kemudian, Bu Wiwin tersadar. “Astaghfirullah!” gumamnya pelan. Cobaan memang bukan untuk dikeluhkan. Tapi harus diperjuangkan, agar alur hidup terus bergulir normal. Yap, harus dicari jalan keluar supaya bisa dapat duit buat pulang kampung. Tapi, kemana?

Mulailah Bu Wiwin dan suami nyari-nyari pinjaman. Mulai ke kantor suami, teman dekat, bahkan tetangga. Ternyata, tidak gampang pinjam uang di saat Lebaran. Supaya bisa dapat uang satu juta saja, mesti mengumpulkan pinjaman di tiga sumber. Itu pun memakan waktu satu minggu.

Walau Lebaran sudah lewat satu minggu, Bu Wiwin dan keluarga tetap pulang kampung. Mungkin di sinilah hikmahnya, kereta ke Jogya jadi tidak begitu penuh. Semua bisa duduk dengan nyaman.

Rasa kangen Bu Wiwin hampir tidak bisa lagi tertahan ketika rumah yang dituju terlihat jelas. “Pak, Bu! Wiwin pulang!” teriak Bu Wiwin sekeras-kerasnya. Teriakan kian ramai saat anak-anak Bu Wiwin ikut-ikutan. Tapi, tak satu suara pun menyahut. Rumah itu begitu sepi. Kemana bapak dan ibu?

“Eh, Wiwin, tho! Anaknya sudah sembuh?” suara seorang tetangga yang muncul menghampiri. “Lha, memangnya Nak Wiwin ndak tahu. Bapak dan ibu kan ke Jakarta. Ke rumah Nak Wiwin. Baru tadi pagi berangkat!” jelas sang tetangga agak prihatin.

“Bapaaak...! Ibuuu...!” teriak Bu Wiwin agak histeris. Ia pun menangis sejadinya.

(muhammadnuh@eramuslim.com)

eramuslim.com

Selengkapnya...

Mari Kita Tinggalkan Dunia Ini

Masih kurangkah kita mengais-ngais kehidupan dunia selama sebelas bulan ini? Masih kurang puaskah kita mengejar kenikmatan dunia yang tiada seberapa selama sebelas bulan ini? Masihkah waktu yang ada akan kita habiskan untuk bekerja, dan melupakan sang Pencipta ini? Selama sebelas bulan kita secara terus- menerus waktu yang kita miliki ini, kita habiskan dari pagi hingga malam hari untuk bekerja yang tujuannya hanya mendapatkan materi dunia, dan terkadang kita melupakan kehidupan hari akhirat.

Mulai besok kita sudah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Mari mulai besok kita tinggalkan seluruh aktivitas untuk mengejar kehidupan dunia ini. Selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan ini, kita beri’tikaf di masjid-masjid, di mana Allah Ta’ala akan memberikan maghfirah kepada hamba-hamba yang dekat dengan-Nya. Hamba-hamba yang selalu mengingat-NYa dengan beribadah shalat, berdzikir, puasa, membaca dan mentadzaburi Al-Qur’an, serta berzakat. Allah Azza Wa Jalla akan memberikan ampunan bagi hamba-hamba yang sungguh-sungguh dalam beribadah dan bermunajat memohon ampun, dan akan mendapatkan kemuliaan disisi-Nya, yaitu kelak di surga-Nya.

Tak ada gunanya kita mengejar dunia ini, karena dunia yang kita kejar, hakekatnya akan kita tinggalkan. Tak akan ada makhluk di muka bumi yang akan hidup selama-lamanya. Pasti suatu saat nanti kita akan meninggalkan dunia yang fana ini. Termasuk alam semesta ini, yang akhirnya nanti juga akan berakhir, saat datangnya hari Kiamat. Dan, kita semuanya akan kembali ke kampung akhirat, yang bersifat kekal, selama-lamanya. Kita akan berjumpa dengan Rabb, yang menciptakan alam semesta ini, dan kita akan mempertanggungjawabkan semua apa yang kita kerjakan selama di dunia ini.

Tentu, jika memahami tentang kehidupan akhirat nanti, maka selayaknya seluruh orang-orang mukmin, pasti akan menghentikan aktivitasnya selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Mereka akan hanya berada di masjid-masjid, dan tidak akan meninggalkan tempat yang mulia itu, dan mereka tidak akan berhenti-henti bibirnya mengucapkan istighfar, dan beribadah. Di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan inilah Allah Azza Wa Jalla akan menurunkan maghfirahnya saat datangnya ‘lailatul qadr’, yang lebih bernilai dibandingkan seribu bulan, bagi mereka yang akan mendapatkan maghfirah-NYa.

Bagi mereka yang di malam ‘lailatur qadr’, mendapatkan maghfirah-Nya, dan Allah Ta'ala menghapus dosa-dosa mereka. Maka, bagi mereka yang mendapatkan maghfirah-Nya, ketika ‘Ied datang, adalah orang-orang yang menang, serta dikatakan seorang hamba menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan, tanpa dosa apapun. Subhanallah.

Bila nilai-nilai ini dimengerti dan dipahami, mereka yang menjadi ekskutif, seperti Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, dan para Pejabat negara, anggota Legislative, direktur BUMN, serta semua elemen dalam negara, pasti akan memerintahkan seluruh jajarannya berhenti beraktifitas, dan kemudian menunaikan ‘I’tikaf di masjid-masjid, sambil melakukan muhasabah (introspeksi) diri terhadap apa yang sudah diperbuat selama sebelas bulan sebelumnya. Sehingga, kehidupan ini akan mengalami pembaharuan menuju kehidupan, di mana seluruh rakyat dan orang-orang mukmin akan mendapatkan rahmat-Nya.

Menjelang ajalnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz, memanggil seluruh puteranya yang jumlahnya dua belas orang . Nampak seluruh putera-puterinya itu dalam keadaan terlantar, tubuhnya lunglai dengan rambut kusut masai. Wajahnya tampak kuyu merusak keelokan dan kecantikan rupa mereka. Mereka duduk mengelilingi ayahnya, Umar bin Abdul Aziz. Dan, satu persatu ditatap wajah mereka dengan penuh kasih-sayang, dan air mata Khalifah Umar jatuh berderai, kemudian mengucapkan kata secara terbata-bata kepada mereka :

“Wahai anakku sekalian,
Ayahanda diberi salah satu pilihan diantara dua pilihan.
Kalian hidup kaya, tetapi masuk neraka ..
Atau kalian hidup miskin tapi masuk surga ..
Maka, ayahandanya memilih surga ..
Dan, ayahanda lebih suka menitipkan kalian kepada Allah yang telah menurunkan Kitab, dan Dia akan melindungi orang-orang yang shaleh ..

Lalu, wajah Khalifah Umar bin Abdul Aziz berbinar-binar, sedang air mukanya berseri-seri. Ia tersenyum kepada putera-puterinya, kepada ibunya yang amat dimuliakannya, serta kepada isterinya yang amat setia, kemudian Umar mempersilahkan mereka meninggalkan dirinya.

Sepeninggal mereka, Khalifah Umar mengangkat kedua tangannya seakan-akan sedang menyambut dan mempersilahkan kedatangan tamu lama dinanti-nantikannya .. Memang saat itu, rombongan Malaikat suci, hamba-hamba Allah yang dekat dengan-NYa telah datang menjemputnya menunju tempat pelantikan yang telah disediakan baginya .., tempat yang abadi, surga Allah taman Firdaus ..

Orang-orang yang berada diluar kamar samar-samar mendengar Khalifah Umar membaca ayat-ayat al-Qur’an yang diulang-ulang : “(Kebahagiaandi) kampung akhrat itu Kami sediakan hanya bagi mereka yang tidak suka menyombongkan diri dan melakukan kerusakan di muka bumi. Dan, kesudahan yang baik itu adalah bagi mereka orang-orang yang taqwa”. (Al-Qashas :83).

Dan, Amirul Mukminin terus mengulang-ngulang ayat itu, sampai kepalanya terkulai, dan disambut bantalnya yang terbuat dari jerami. Kedua matanya yang selama ini tak dapat dipejamkan terhadap hak Allah dan umat, kini terpejam untuk selama-lamanya, dan wajahnya nampak bercahaya seperti sedang dalam keadaan tidur. Berbagahagialah engkau wahai Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Khalifah Umar tidak pernah melupakan akhirat. Meskipun, ditangannya telah menggenggam dunia (kekuasaan), tapi tak pernah tergoda sedikitpun oleh dunia, dia lebih mencintai Rabbnya. Wallahu’alam.

eramuslim.com

Selengkapnya...

Ciri-ciri Malam Lailatul Qodar

Assalaamua'laikum Wr.Wb

Ustadz tiga pertanyaan mengenai Lailatul Qodar.

1. Ciri-ciri akan/turunnya malam Lailatul Qadar dan sesudahnya turunnya Lailatul Qadar

2. Perbedaan waktu/jam dengan negara lain tentang turunnya Lailatul Qodar.

3. Ciri-ciri orang yang mendapatkan curahan rahmat Malam Lailatul Qodar (kalau kita pas lagi ibadah menyambut Lailatul Qadar, kebetulan malam itu Lailatul Qodar turun).

Itu saja pertanyaan saya, mudah-mudahan ustadz berkenan memberikan jawaban.

Terimakasih.

Wassalaamua'laikum Wr.Wb

Muhtadin

adin


Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Adin yang dimuliakan Allah swt

Ciri-ciri Lailatul Qodr

Dinamakan lailatul qodr karena pada malam itu malaikat diperintahkan oleh Allah swt untuk menuliskan ketetapan tentang kebaikan, rezeki dan keberkahan di tahun ini, sebagaimana firman Allah swt :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾
أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾


Artinya : ”Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad Dukhan : 3 – 5)

Al Qurthubi mengatakan bahwa pada malam itu pula para malaikat turun dari setiap langit dan dari sidrotul muntaha ke bumi dan mengaminkan doa-doa yang diucapkan manusia hingga terbit fajar. Para malaikat dan jibril as turun dengan membawa rahmat atas perintah Allah swt juga membawa setiap urusan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di tahun itu hingga yang akan datang. Lailatul Qodr adalah malam kesejahteraan dan kebaikan seluruhnya tanpa ada keburukan hingga terbit fajar, sebagaimana firman-Nya :

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾


Artinya : ”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qodr : 4 – 5)

Diantara hadits-hadits yang menceritakan tentang tanda-tanda lailatul qodr adalah :

1. Sabda Rasulullah saw,”Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.

2. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qodr lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (HR. Ibnu Hibban)

3. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR. Ibnu Khuzaimah yang sanadnya dihasankan oleh Al Bani)

4. Rasulullah saw berabda,”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)

Terkait dengan berbagai tanda-tanda Lailatul Qodr yang disebutkan beberapa hadits, Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan,”Semua tanda tersebut tidak dapat memberikan keyakinan tentangnya dan tidak dapat memberikan keyakinan yakni bila tanda-tanda itu tidak ada berarti Lailatul Qodr tidak terjadi malam itu, karena lailatul qodr terjadi di negeri-negeri yang iklim, musim, dan cuacanya berbeda-beda. Bisa jadi ada diantara negeri-negeri muslim dengan keadaan yang tak pernah putus-putusnya turun hujan, padahal penduduk di daerah lain justru melaksanakan shalat istisqo’. Negeri-negeri itu berbeda dalam hal panas dan dingin, muncul dan tenggelamnya matahari, juga kuat dan lemahnya sinarnya. Karena itu sangat tidak mungkin bila tanda-tanda itu sama di seluruh belahan bumi ini. (Fiqih Puasa hal 177 – 178)

Perbedaan Waktu Antar Negara

Lailatul qodr merupakan rahasia Allah swt. Untuk itu dianjurkan agar setiap muslim mencarinya di sepuluh malam terakhir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Carilah dia (lailatul qodr) pada sepuluh malam terakhir di malam-malam ganjil.” (HR. Bukhori Muslim).

Dari Abu Said bahwa Nabi saw menemui mereka pada pagi kedua puluh, lalu beliau berkhotbah. Dalam khutbahnya beliau saw bersabda,”Sungguh aku diperlihatkan Lailatul qodr, kemudian aku dilupakan—atau lupa—maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam ganjil.” (Muttafaq Alaihi)

Pencarian lebih ditekankan pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Ibnu Umar bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah saw bermimpi tentang Lailatul Qodr di tujuh malam terakhir. Menanggapi mimpi itu, Rasulullah saw bersabda,”Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir. Karena itu barangsiapa hendak mencarinya maka hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir.”

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Carilah ia di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tdak mampu maka janganlah ia dikalahkan di tujuh malam terakhir.” (HR. Muslim, Ahmad dan Ath Thayalisi)

Malam-malam ganjil yang dimaksud dalam hadits diatas adalah malam ke- 21, 23, 25, 27 dan 29. Bila masuknya Ramadhan berbeda-beda dari berbagai negara—sebagaimana sering kita saksikan—maka malam-malam ganjil di beberapa negara menjadi melam-malam genap di sebagian negara lainnya sehingga untuk lebih berhati-hati maka carilah Lailatul Qodr di setiap malam pada sepuluh malam terakhir. Begitu pula dengan daerah-daerah yang hanya berbeda jamnya saja maka ia pun tidak akan terlewatkan dari lailatul qodr karena lailatul qodr ini bersifat umum mengenai semua negeri dan terjadi sepanjang malam hingga terbit fajar di setiap negeri-negeri itu.

Karena tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya lailatul qodr itu kecuali Allah swt maka cara yang terbaik untuk menggapainya adalah beritikaf di sepuluh malam terakhir sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Ciri-ciri Orang Yang Mendapatkan Lailatul Qodr

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dai Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa melakukan qiyam lailatul qodr dengan penuh keimanan dan pengharapan (maka) dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.”

Juga doa yang diajarkan Rasulullah saw saat menjumpai lailatul qodr adalah ”Wahai Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Maaf, Engkau mencintai pemaafan karena itu berikanlah maaf kepadaku.” (HR. Ibnu Majah)

Dari kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa dianjurkan bagi setiap yang menginginkan lailatul qodr agar menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti : shalat malam, tilawah Al Qur’an, dzikir, doa dan amal-amal shaleh lainnya. Dan orang yang menghidupkan malam itu dengan amal-amal ibadah akan merasakan ketenangan hati, kelapangan dada dan kelezatan dalam ibadahnya itu karena semua itu dilakukan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridho Allah swt.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo, Lc.

eramuslim.com

Selengkapnya...